Total Tayangan Halaman

Sabtu, 16 April 2011

Bacaan bagi para pemimpin

Novel Memoar Khulafaur Rasyidin: 'di hadapan Umar'
Khalid Muhammad Khalid
Penerbit Mitra Pustaka

Novel ini menceritakan kepribadian Umar bin Khattab dari sudut pandang orang kedua. Jadi, seolah-olah mendengarkan cerita dari orang yang bertemu langsung dengan beliau. Beliau adalah orang yang gagah perkasa, jawara di Mekkah, orang yang sangat ditakuti kala itu sehingga kelompok yang didukungnya akan leluasa melakukan sesuatu. Apabila kelompok tersebut baik, maka kelompoknya itu akan leluasa mengajarkan kebaikan, begitu pula sebaliknya. Umar bin Khattab memiliki tabiat tegas yang tak kenal menyerah, kemantapan atau pendirian yang tak tergoyahkan dan kepercayaan diri yang tak terpengaruh oleh keadaan apapun. Abdullah bin Mas'ud pernah berkata: 'Sejak masuk Islamnya umar, kami senantiasa merasa mulia. Keislamannya merupakan kemenangan, hijrahnya merupakan pertolongan dan pemerintahannya merupakan rahmat. Kami telah mengalami sendiri, bahwa kami tak dapat mengerjakan shalat di Baitullah, sampai Umar masuk Islam'. Beliau adalah orang yang dipilih oleh Allah SWT dari dua orang yang dido'akan oleh Rasulullah Muhammad SAW untuk masuk Islam menyisihkan Abu Jahl.


Sungguh, Umar merasa takut kepada Allah dan tak henti-hentinya mengucapkan: 'Apa yang kelak akan kau katakan kepada Tuhanmu?'. Beliau pernah mengirim surat kepada seorang gubernurnya di Basrah, 'Uthbah bin Ghazwan, demikian penggalannya: '... Berhati-hatilah terhadap nikmat sebagaimana engkau berhati-hati terhadap maksiat. Bahkan nikmat itu lebih ku khawatirkan terhadap dirimu daripada maksiat, jangan-jangan ia menggoda dan memperdayakanmu, hingga menjadikanmu tergelincir dan masuk Jahanam. Semoga Allah melindungi dirimu serta diriku sendiri dari keadaan yang demikian ...'. Umar telah mengharamkan dirinya sendiri dari sekian banyak hal-hal yang enak, juga kesenangan-kesenangan yang sebenarnya tak diharamkan Allah. Ini disebabkan beliau merasa tak mampu mensyukuri nikmat yang sedikit, apalagi mensyukuri nikmat yang banyak dan besar. Juga karena beliau mengemban amanat dan tanggung jawab yang berat sebagai panutan rakyat. Beliau juga berkata ketika diwasiati jabatan menjadi khalifah oleh Abu Bakar: 'Hai umat manusia... Sesungguhnya aku telah diangkat menjadi pemimpin kalian. Kalau saja tidak karena didorong oleh harapan bahwa aku akan menjadi orang yang terbaik bagi kalian, orang yang terkuat bagi kalian dan orang yang paling teguh menopang urusan-urusan kalian, maka aku takkan pernah bersedia menjadi pemimpin kalian. Sungguh berat bagi Umar, menunggu saat datangnya hisab.' Beliau juga berkata ketika ada yang mengusulkan Abdullah bin Umar sebagai pengganti beliau: 'Kami tak berminat terhadap urusan kalian! Sesungguhnya aku sendiri tak menghasatkan apalagi menginginkannya bagi salah seorang anggota keluargaku. Sekiranya kekhalifahan yang telah kujalankan baik, maka kami telah mendapatkannya. Dan sekiranya jelek, maka cukuplah Umar yang akan diadili dan ditanya tentang urusan umat Muhammad... Ketahuilah bahwa aku telah berusaha sekuat tenaga, kemudian aku mengharamkan jabatan itu buat keluargaku. Dan jika aku telah selamat dengan impas, tanpa siksa dan tanpa pahala, maka sungguh aku benar-benar merasa berbahagia...'

Falsafah kepemimpinan beliau dilandasi oleh nurani yang teguh dan peka, sebagaimana tergambar dalam salah satu pernyataan beliau: 'Bagaimana mungkin aku bisa menaruh perhatian terhadap keadaan umat manusia jika aku sendiri tak mengalami penderitaan sebagaimana yang mereka alami'. Beliau juga pernah berkata: 'Bah. Sejelek-jeleknya pemimpin adalah aku, jika aku memakan daging yang paling bagus, dan meninggalkan tulang-tulangnya untuk rakyat...'. Apabila beliau membuat undang-undang atau mengeluarkan suatu larangan, maka terlebih dahulu mengumpulkan keluarganya, kemudian berkata: 'Aku telah melarang umat manusia dari hal demikian dan demikian. Dan sungguh umat manusia akan memperhatikan kalian sebagaimana burung memperhatikan daging. Jika kalian jatuh, mereka juga akan jatuh. Dan jika kalian takut, mereka juga akan merasa takut. Sungguh aku, demi Allah, tak seorang pun diantara kalian yang terjatuh ke dalam apa yang kularang, kecuali aku akan melipatgandakan hukuman buatnya disebabkan adanya hubungan keluarga denganku'. Beliau juga menempatkan keluarga beliau di urutan terakhir orang yang menerima gaji. Meski setiap pendapatan naik maka beliau menaikkan seluruh gaji kaum muslimin, tetapi beliau tidak pernah terpikir untuk menaikkan gajinya, meski hanya 1 dirham. Beliau marah besar apabila mengetahui gubernurnya menekan rakyat agar mau menyetorkan harta ke ibu kota karena mengira hal tersebut membuat Amirul Mu'minin puas.

Amirul Mu'minin yang pasukannya berhasil merobohkan benteng-benteng kisra dan kaisar, menunggui kafilah yang menginap di luar kota, lalu tangisan seorang anak membuatnya tersentak dan terguncang, bahkan beliau menangis pada saat menjadi imam shalat. Pada tahun di mana terjadi krisis pangan yang berada jauh dari ibu kota, beliau mengangkut tepung di pundaknya, sementara pembantunya, Aslam, membawa girbah yang penuh dengan minyak, kemudian beliau memasakkan buat mereka. Suatu hari beliau pernah berkata kepada sahabatnya: 'Jika Allah menghendaki aku masih hidup, aku akan berkelana selama setahun untuk menemui rakyat. Sebab aku sadar bahwa umat manusia pasti memiliki berbagai hajat kebutuhan yang selama ini tidak kuketahui. Barangkali para pejabat mereka tidak menyampaikannya kepadaku, sementara mereka tidak dapat menemuiku...'. Beliau juga teringat akan sabda Rasulullah Muhammad SAW: 'Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak jujur terhadap rakyatnya, maka ia tidak akan mencium bau surga'. Beliau juga menolak orang yang meminta jabatan karena beliau mengikuti jejak Rasulullah Muhammad SAW dengan sabdanya: 'Demi Allah, kami tidak menyerahkan jabatan ini kepada seseorang yang meminta atau berambisi mendapatkannya'. Ketika beliau mendengar suara sumbang mengenai seorang gubernurnya, maka beliau segera menyelidikinya dengan teliti dan sungguh-sungguh. Beliau juga tak segan-segan mengganti panglima yang terbukti melakukan kejahatan meskipun sedang terjadi pertempuran.

Apabila ada masalah, beliau segera meminta sumbang pendapat dan bermusyawarah dengan pihak lain serta melihat masalah tersebut dari berbagai. segi. Beliau bersedia dikritik dan memilih pendapat yang benar, meskipun bertentangan dengan pendapatnya.

Tidak ada komentar: